Isu poligami kembali menjadi sorotan. Salah satu partai politik membuat kebijakan melarang pengurus dan calon anggota legislatif mereka melakukan praktik poligami.
Menanggapi isu poligami yang oleh sebagian warga dinilai sebagai isu sensitif ini, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Kiai Imam Nahei mengatakan berdasarkan hasil pengaduan ke lembaganya, jelas praktik poligami merupakan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
Kekerasan akibat perkawinan tidak tercatat atau dikenal sebagai nikah siri, merupakan jumlah pengaduan terbanyak, disusul aksi kekerasan karena poligami dan kekerasan berbasis siber.
“Nikah yang tidak tercatat dan poligami ini dua hal yang saling tumpang tindih karena pada umumnya, praktik poligami itu pasti tidak dicatatkan. Karena, jarang sekali ada perkawinan poligami yang dicatatkan. Nyaris tidak ada karena membutuhkan syarat-syarat yang sangat ketat,” papar Kiai Imam.
Menurut Kiai Imam, dalam konteks praktik poligami ada tiga kategori negara, yakni negara yang melarang poligami, negara yang membatasi dengan ketat praktik poligami, dan negara yang mendiamkan dan bahkan mengiyakan praktik poligami.
Negara yang melarang praktik poligami biasanya negara-negara Eropa dengan tingkat pemahaman hak asasi manusia sangat kuat. Yang menarik ada dua negara berpenduduk mayoritas Muslim yang dengan tegas juga melarang praktik poligami, yaitu Tunisia dan Turki.
Sejak setengah abad lalu, lanjut Kiai Imam, Turki dan Tunisia sudah memiliki undang-undang yang melarang praktik poligami. Bagi yang melakoni diancam hukuman penjara. Dia menekankan praktik poligami mutlak haram dilakukan oleh siapapun dan atas alasan apapun.
Kemudian ada negara yang membatasi poligami dengan syarat-syarat yang sangat ketat. Kiai Imam mencontohkan di Indonesia dimana syarat utamanya adalah harus ada izin istri pertama dan itu sangat sulit sekali untuk memperoleh izin dari istri untuk menikah lagi.
Tipe ketiga adalah negara-negara yang mendiamkan atau bahkan mengiyakan praktik poligami, seperti Arab Saudi, Qatar, Oman, dan Kuwait.
Praktik Poligami Bisa Dipidana
Menurut Kiai Imam, sejatinya di Indonesia sudah ada tiga undang-undang yang mengatur praktik poligami. Artinya, poligami sebenarnya bisa dipidana.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 279 mengatur soal perkawinan tidak tercatat – dan poligami umumnya tidak tercatat – tetapi penerapan pasal itu masih tidak efektif karena berbenturan dengan doktrin-doktrin agama.
Ada pula Pasal 45 dan 49 Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyebutkan praktik kawin kedua dan seterusnya tanpa ada izin istri pertama adalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan itu bisa dipidanakan. Pasal ini, kata Kiai Imam, bukan delik aduan, tapi delik umum.
Kemudian ada Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang juga menerapkan syarat-syarat sangat ketat untuk praktik poligami, termasuk harus mendapat izin dari istri.